07 Oktober 2011

ZAIFA


Zaifa, gadis kecil dua tahun enam bulan itu terlihat cantik dengan mata besar yang dalam, alis berbaris yang indah da bibir mungil yang tak berhenti mengoceh. Wajah anak-anaknya sudah mengingatkanku pada seseorang teman kecil dimasa lalu. Benar-benar superaktif. Lari kesana, kesini, kemari. Tak ada yang menyangka umurnya tak lebih dari tiga tahun. Pertemuan dua jam yang sangat berkesan, karena aku jarang bisa jatuh cinta dengan anak-anak. Tapi dia benar-benar menggemaskan
. Aku bertanya pada seorang ibu yang tak disangka adalah Eyangnya dalam suatu perjalanan menuju Jogja. Di sepur prameks romantis yang kebetulan sangat longgar itu, sang Eyang terlihat sangat repot dengan cucu cantiknya.
Aku membantu mendudukannya dikursi sampingku
dan mengajak bicara mulut kecilnya yang tak berhenti ngoceh. Kutanya, “siapa nama anak cantik ini yaaa?” ia menggeleng-gelengkan kepala, mengembungkan pipi dan mengerakkan matanya kekanan kekiri dengan lucunya.
“kok ga dijawab ya?"aku pura-pura manyun.” Siapa sihh nama anak yang cantik ini?”
Dia melengos mengoceh sendirian. Eyangnya gemas. “ditanya mba lo Za,” (kayanya lebih pantes dipanggil tante kali yaaa haha)
Melengos lagi. Eyangnya memancing,“ayo Za, namanya Zaifa atau Zaitun?”
“Zaitun!” jawabnya sok kena, polos. Aku dan neneknya terbahak-bahak. Zaitun, zaitun…. Nama itu mengingatkanku pada seorang gadis kecil bermata besar dan lucu lebih dari seperempat abad yang lalu. Zaitun adalah nama kecilku. Tante-tanteku dulu sering mengolok dengan nama itu dan dinyanyikan, “ Tun jaitun jainab jaijatun jaidi…”. Ternyata Zaifa kecilku lahir di bulan yang sama denganku. Kebetulan yang menarik.
Aku mengobrol dengan neneknya,
“ko Zaifa ga sama ibunya, bu?”
“ohh…ibunya di Malang, kerja dengan suaminya”
“ tidak ikut ayah ibunya?”
“ nangis saya tinggal. Kemarin sampai sakit. Ayahnya sampai repot dirumah mengasuh sendirian. Mengganggu kerjaannya juga, lari kesana kemari-----ibunya juga kerja mba, susah anak ini, ga dekat dengan ibunya,”
“ohhhh” aku melongo panjang. Pantas, dari tadi Zaifa kecil memanggil nenek dan budenya dengan panggilan “mama, mama..”
“sudah saya coba, ibunya juga agak susah mendekat. Malah yang dicari-cari selalu ayahnya, abi…abi… gegitu” ujarnya.
“Ohh” yang kedua kali. Dengan ekor mata kulihat tingkahnya yang benar-benar menggemaskan.
Siapapun orangtua, yang belum dikaruniai buah hati atau yang belum menikah sekalipun rasanya akan iri melihat Zaifa. Betapa tidak, bertemu Zaifa seperti bertemu bidadari yang tak terlupakan, menarik perhatian banyak orang, cantik, lucu, menggemaskan. Orang pasti akan jatuh cinta melihatnya. Aku memandang dengan mata tak berkedip. Tapi kemudian, rasanya sedih. Disaat dibelahan sana sebagian orang membuang anak yang tak diharapkan didunia, disaat banyak pasangan yang bertahun-tahun mengharap hadirnya buah hati, disini di Kotak Diesel berjalan ini hatiku sedikit teriris karena Zaifa kecilku tidak ada dipelukan ibu dan ayahnya. Dan justru ada dalam asuhan nenek yang seharusnya sebatas memberi perhatian sekunder.
Zaifa kecilku, jika aku memiliki putri secantik dan selucu itu, tak akan kulepaskan dari pelukanku. Kadang aku bertanya dalam hati bagaimana perasaan ibunya? Tidakkah ia sesakit ketika meninggalkan putri kecilnya jauh berhari-berbulan di tangan orang lain?
Bisakah ia menjamin 20 tahun yang akan datang Zaifa kecil akan datang padanya ketika ia sedang bermasalah atau menangis di pangkuannya ketika patah hati atau bercerita tentang sekolah dan teman temannya??
Tidakknya hatinya sakit ketika Zaifa lebih suka memanggil “mama” pada Eyangnya?
Tidakkah hatinya perih ketika Zaifa lebih suka dipeluk dan digendong ayahnya?
Hati seorang ibu mana yang tidak akan terluka?
Aku tak tau bagaimana perasaannya. Tapi yang jelas hatiku sangat terluka, melihat Zaifa kecilku harus sendirian mempelajari banyak hal,
Terluka melihat tangan kecilnya selalu tertarik dengan sesuatu tapi tak ada yang menuntunnya,
Terluka melihat mata kecilnya berkilat ingin tau tapi tak ada yang menunjukkannya,
Terluka melihat mulut mungil ceriwisnya yang haus belajar kata tapi tak ada yang mengajarinya,
Terluka melihat langkah kecilnya yang superaktif untuk mencari perhatian tapi tak ada yang merengkuhnya,
Zaifa kecilku, semoga cinta ini sampai padamu suatu saat..
Tante Zaitun mengirimnya khusus untuk Zaifa..
Disudut bumi yang dingin, aku merindukan Zaifa, Zaitun kecilku, semoga Alloh mempertemukan kembali denganmu….

note: gambar diatas hanya sebuah ilustrasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar