Pagi itu demi mengejar
deadline ngeprint tesis yang tak kunjung selesai di rentalan teman di daerah Seturan,
saya bergegas melaju motor dan niat ngetem disana sampai sore. Waah, kertasnya
habis nie. Karena Teman saya tak punya persediaan kertas A4, saya kembali
ngebut untuk membeli kertas dengan motor bututku. Nah itu dia toko buku murah
yang ditunjukkan teman. Seperti biasa,
tukang parkir antusias menyambut motor saya. Karena buru-buru, saya tak menanggalkan helm dan masuk begitu saja tanpa sekalipun melirik bagaimana keadaan si Moti (motor butut saya) wes, pokokmen aman laaah ditangan tukang parkir. 15 menit kemudian, saya kembali ke parkiran dan menghela Moti keluar sambil memberi tips parkir. Si tukang parkir itu sontan bertanya,
tukang parkir antusias menyambut motor saya. Karena buru-buru, saya tak menanggalkan helm dan masuk begitu saja tanpa sekalipun melirik bagaimana keadaan si Moti (motor butut saya) wes, pokokmen aman laaah ditangan tukang parkir. 15 menit kemudian, saya kembali ke parkiran dan menghela Moti keluar sambil memberi tips parkir. Si tukang parkir itu sontan bertanya,
Mbak, kuliah di fakultas ‘bla bla bla’ ya??
Saya mendongak heran
sambil memperhatikan dengan lebih cermat si tukang parkir. Dari tampangnya
masih sangat muda dan barangkali umurnya dibawah saya.
Lho, kok tau mas??
‘lha itu motornya?’
sambil menunjuk motor saya yang sangat
narsis karena penuh dengan tempelan stiker fakultas ‘bla-bla-bla’ tempat saya
kuliah.
‘kenal pak X ga?’ sambil menyebut salah satu dosen
yang ternyata juga saya sukai
‘ohh kenal mas, dulu saya
pernah diajar. Lha kok tau pak X?” saya masih tak percaya
Tukang parkir itu sambil malu-malu menjawab, saya
dulu kuliah disana di jurusan ‘ini’
Saya ber-oooooohh riaa
dengan wajah yang belum percaya dan
kemudian segera pamit.
Ketika mengendarai si
Moti kemudian saya jadi berpikir, si mas parkir kuliah di fakultas yang sama, dan
tampaknya tadi begitu senang banget ketemu teman almamater dan mengenang salah satu dosennya. trus jadi
tukang parkir. Tukang parkir???? So what??
Saya beristigfar
perlahan. Apa yang salah???ahhh, ga mungkin kan masnya ‘Cuma’ jadi tukang
parkir??
Mungkin dia Cuma part
time disitu? Atau pas gantiin tukang parkir aslinya yang lagi ‘mokel’ mungkin?
Atau nyambi bantuin temannya? Atau Cuma iseng aja jadi tukang parkir pas
giliran saya kesitu? Atau uji nyali jadi tukang parkir??
Saya beristigfar lagi. Kok jadi begitu mengecilkan
banget arti dan keberadaan tukang parkir?? Apalagi kalo itu lulusan dari
Universitas terbaik di jogja-universitas yang gradenya telah menghasilkan lulusan-lulusan terbaik.
Rasanya jadi sedikit nelongso, apa kampus kurang memfasilitasi para alumnusnya
untuk mendapat tempat pengabdian yang lebih layak?
Atau mungkin gairah kerja
dan ambisi mendapat posisi lebih baik cenderung menurun? Ahhh ga mungkin,
sepengetahuan saya alumni fakultas ‘bla-bla-bla’ ini masa depannya cerah-cerah dan ambisius mengejar
mimpi kok. Trus apa lapangan kerja begitu susah dicari untuk gelar sarjana?
Banyak sarjana yang nganggur. Ga hanya S1 bahkan S2 dan S3! Apa Indonesia telah
kehabisan tempat kerjaan untuk para penganggur intelektual itu? Begitu banyak
pengantri sarjana di job fair berharap curriculum vitae dan toeflnya
mendongkrak kapasitas untuk masuk di suatu perusahaan. Dan saya bayangkan si
mas-nya pun adalah bagian dari para pengantri itu. Lalu kemudian jika pekerjaan
impian tak kunjung didapat,maka apapun pekerjaan sekecil apapun dilakukan. Termasuk
menjadi tukang parkir.
Mendapati pengalaman
berharga bertemu teman satu almamater dengan keadaan ini begitu besar artinya.
Bagaimanapun hasil akhir dari suatu pendidikan itu adalah karakter dan karya, bukan pekerjaan. Harusnya orang-orang seperti saya dan
kebanyakan lainnya kembali merestart pemahaman yang kadung salah kaprah
berkembang di masyarakat. Kuliah agar bisa kerja—seharusnya kuliah agar bisa
berkarya—dan itu suatu bentuk pengabdian terbaik yang saya lihat dari teman-teman almamater
saya.
Semoga ini bukan
prasangka. Pekerjaan seremeh apapun tapi dilakoni dengan kejujuran pastilah
berkah dan halal. Hal yang sama juga diamini oleh teman saya pemilik rental
yang juga penasaran. Dari ceritanya, tukang parkir aslinya biasanya bapak
berumur bukan yang muda tadi. Ohh, semoga saja hanya pikiran liar saya yang
terlalu mendramatisir. Semoga si mas-nya beranjak menjadi besar, kalopun ini
semacam uji nyali, saya berharap ia lulus jadi pemenang.
sepertinya tukang parkirnya sangat menjiwai perannya mba :D
BalasHapus