20 November 2010

Story of SOTO BOK IJO


Kuliner time!
Sebenarnya nggak terlalu istimewa, bahkan hampir semua lidah orang Indonesia pernah mencicip makanan berkuah fenomal ini. Tapi jika menyangkut SOTO, maka tidak hanya cita rasa kuliner yang membombardir hasrat lambung yang pengen segera diisi, bukan hanya demi memanjakan lidah yang berontak
kekanan kiri ingin mencicip, tapi SOTO bagiku adalah sebuah identitas, sebuah tradisi, bahkan idealisme yang terpatri kuat di sel-sel kelabu otakku, bahwa tak ada yang bisa menandingi rasa SOTO terhebat selain rasa SOTO KEDIRI, apalagi kalo itu SOTO made in gerobak Pak Kin, BOK IJO Kediri City.
Ceritanya begini,dongeng Simbok dan Babe waktu itu, daerah Lirboyo ke selatan itu jaman 30 tahun yang lalu masih berupa kebun tebu, nah, tiap malam ternyata banyak gerobak-gerobak SOTO di pinggir jalan. Uniknya lagi di zaman itu para pedagang memajang namanya di depan gerobak agar pelanggan mereka tak salah belok ke tempat soto favorit mereka. Jadilah, SOTO dengan plat nama penjualnya, Pak Mat, Pak Di, Pak Kin, Pak Jum, Pak Min, Pak Man, Pak To dan lain-lain yang mudah dihafal. Lha, kenapa harus Pak Kin? Yaa, namanya juga karena langganan, masa ga boleh???
Gerobak SOTO Pak Kin yang sederhana itu masih kokoh bertahan hingga sekarang. Kalo dulu Simbok dan sodara-sodaranya menghabiskan waktu disitu, sampai membawa anak2nya, berarti kami adalah generasi kedua yang memantapkan diri srawung andok di kedainya Pak Kin. Ternyata perjuangan pedagang SOTO BOK IJO memang pasang surut, ketar ketir tak semeriah dulu—ini kata Babe—yaa, kuliner tradisional ini harus berkompetisi dengan serbuan fast food, kuliner nasional dg berbagai model dan modifikasi sampe gerai gerai franchise. Malangnya lagi generasi muda lebih suka kongkow dengan menu steak di café café resto yang menawarkan kenyamanan dan fasilitas. Sedang Gerobak SOTOku hanya bertahan di trotoar,pinggir jalan di warung kaki lima. Tapi SOTO Pak Kin ku tak pernah berubah, dengan isian rawit plites, ayam suwir, irisan kubis,tauge, taburan seledri,bawang goreng, kecap dan jeruk nipis, diguyur dengan kuah santan encer kecoklatan yang bercita rasa khas, gurih dan menggoda…slrppp….seporsinya hanya Rp.3000,-doank????

Kesederhanaan, kebersahajaan, ketekunan seorang Pak Kin dan juga pedagang-pedagang SOTO BOK IJO yang tetap bertahan dengan cita rasa sotonya telah menorehkan sedikit asa, bahwa sampai 20 hingga 100 tahun mendatang kuliner ini tetap jadi legenda yang menaungi tradisi dan kebersamaan keluarga. Sebuah kebiasaan yang lahir dari ramuan rempah SOTO itu telah menjadi budaya lokal yang inspiratif. Apresiasi kita sebagai penikmat dan konsumenlah yang akan menentukan langgeng tidaknya legenda itu tetap eksis. Dan aku, akan memastikannya dan tidak akan membiarkannya punah…. So, ayo tetap menjadikannya legenda hidup!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar