04 November 2011

Balada si High Heels Cantik


Aku belajar satu hal : untuk tidak mencintai atau menyukai sesuatu terlalu dalam. Karena disadari atau tidak peluang untuk kehilangan sesuatu atao seseorang yang kita suka atau cinta itu lebih besar daripada rasa mencintai itu sendiri. Taruhlah kisah sandalku yang baru kubeli sebulan. Nyarinya sampai kaki pegel, satu-satunya model yang manusiawi dengan hak satu setengah senti. Seumur-umur aku ga pernah doyan pake high heels, baru sekali ini aja. Itu didasari karena bisikan mode bahwa
high heels bisa menyamarkan tinggi orang-orang pendek dan buntet seperti aku. Tak taulah betapa senangnya hatiku, rasa percaya diri jadi berlipat-lipat, kalo jalan serasa parade di atas catwalk. Kesimpulannya aku ga jauh beda dengan Ha Ji won yang kelihatan anggun—haha—
Tapi rasa senang itu Cuma sebulan, Cuma sebulan sodara sodara. Sepagi itu berencana pergi keluar. Ketika melongok rak sandal sepatu di depan teras, rasanya ada yang kurang. Sandal cantik limited editionku seharga delapan bungkus sego pecel Medhioen cap Yu Gembrot itu telah raib. Herannya karena ga pekanya aku, baru tau kalo sudah seminggu ga kelihatan solnya (pengakuan pembokatku)… hadeeeeewhh… aku hanya melongo, bengong. Begitu cepatnya kehilangan. Sembari dijalan dengan sepatu karet bututku akhirnya berpikir, apa aku memang ga cocok dengan barang mahal? Sekali punya barang mahal dan sangat kusuka malah hilang. Atao sedang kurang sedekah?ato sedang diuji keikhlasan?? Haaaahhh, malah akhirnya jadi kapok. Ternyata lebih nyaman memakai flat shoes dari karet. Selain aku ga was-was ninggalin di sembarang tempat, perampok, pencoleng juga kayanya ga begitu berminat dengan alas kaki model begituan.
Ada rasa sedih juga sebenarnya karena ga satu dua kali kejadian malang ini menimpa hidupku—alay—kehilangan kucing yang benar-benar kucinta, kehilangan aktivitas justru ketika getol-getolnya aku bersemangat dan menyukainya. Kesimpulannya sebagian besar aku tak pantas mendapatkan hal-hal yang kusukai atau kucintai, tetapi lebih banyak hal-hal yang memaksaku menyukai walaupun tidak kusukai. Entah yang maha mengatur itu memang sukai mengerjaiku atau sengaja memberi yang sebenarnya memang kubutuhkan? Entahh..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar