20 Desember 2011

MILESTONE (Part 1)


Perasaan yang tenang????
Teringat pada saat itu
Meskipun tak tau pasti kukejar
Meskipun membantu namun
Hari esok kan terasa lama
Berlari meninggalkan dalam sunyi

………….
< dalam catatan Nara>
Dimana kiranya berdiriku??. Uhhh …. Tak tergapai apa-apa. Semua gelap gulita!!!. Apakah aku sudah mati?. Aku tak dapat mengingat apapun. Ouchhhh…… Alloh…. Kepalaku sakit. Sakittt sekali.
“tit……tit……tit…..tit…………” Ada sebuah suara. Terdengar teratur tapi aku tak melihat sesuatupun. Apakah…..siapakah…. kemanakah kiranya manusia lainnya?? Apakah kiranya lakuku? Terseok aku tertatih…. Meraba-raba.

Wama---asho—bakummimmushi—batin`fabima--- kasabat ‘aidi---kum wa ya’fu an`katsi—r (QS. Assyyuro 30)
Suara………suara itu……. Seperti lama pernah kudengar dan tak asing……
Ahhhhhh…. Kepalaku…………..
Masih terdengar alunan lembut dan merdu suara itu…. Tapi apa? siapa? dan dimana aku berada?

Cahaya??!!! Samar-samar aku melihat cahaya. Dengan tertatih aku mendekati asal cahaya itu. Ohhhh….rasanya lelah luar biasa. Belum pernah aku seletih ini ketika berjalan. Ada apa denganku? Ada sebuah pintu. Ada apakah didalamnya? Siluet cahaya itu memantulkan seberkas sinar keperakkan ke arahku. Aku bisa melihat diriku. Dikepalaku… ditanganku… dikaki….disekujur tubuhku ada balutan-balutan putih, tak beraturan. Beberapa bagian ada bercak merah. Apa yang terjadi??


Dengan langkah terseok aku masuk melalui pintu itu. Sesaat tak bergeming. Takjub. Aku ada disebuah ruangan besar. Ruangan sejenis atrium luas dengan dinding-dinding lebar melingkar yang didalamnya melekat cermin-cermin besar yang jernih dan tiang-tiang penyangga yang tinggi seperti yang dimiliki kerajaan romawi, lantai putih marmer yang dingin dan juga ada ornamen-ornamen kaca di atap dengan sulur-sulur perak yang menghubungkan tiap bagiannya. Sungguh indah. Tempat apa ini? Masjidkah? Ahhh bukan. Tak ada kiblat. Aku memandang sekeliling. Hanya ada sebuah podium besar ditengah-tengah ruangan. Aku bisa memandang jelas diriku dalam cermin yang saling memantul. Itukah aku?…….kenapa begini?dimanakah ini? Kemana orang-orang? Tempat apa ini? Suara itu masih terdengar syahdu namun kepalaku terasa pening tak mampu untuk mengidentifikasi dan berpikir!!! Aku tersungkur. Suara itu tak sendiri. Ia beriringan dengan suara yang pertama kudengar. Seperti timer bom waktu. Ahh iya pasti tak salah.

Aku memandang podium di tengah ruang itu. Diatasnya ada sebuah benda. Bercahaya. Dan…ternyata suara itu berasal dari sana dan masih mengalun. Aku merangkak mendekati podium itu dan berjuang menegakkan diri dan sampai pada benda bercahaya itu. Tiba-tiba saja aku jadi teringat sesuatu. Benda itu.. yaaa benda itu adalah benda yang slalu kubaca. Surat-surat cinta Al-Qur’an. Dan ketika mencoba untuk menyentuhnya………………

Sebuah sinar menyilaukan mataku dan memancar kesegala arah. Aku mencoba membuka mata dan seluruh isi ruangan menjadi terang benderang. Tapi cermin-cermin di dinding itu hidup dan menayangkan banyak slide. Aku tak merasa asing….. di dalam cermin itu ada aku………..
“ Nara, kemana pergi? Kami merindukanmu. Malam sabtu mabit ya..!”
aku terpekur menatap pesan singkat itu. Tak ada satu rasa yang membuatku tergugah. Itu hidupku beberapa bulan yang lalu. Terserah. Aku tak ingin memikirkannya. Begitu juga dengan pesan-pesan yang lain.
“ Gimana proposal agendaa kita Ra? Udah dapat pembicara?”
“Anda ditunggu rapat divisi di Anjungan sekarang!”
“ Besok masuk Hidro. Praktikum!”
tapi yang paling membuat merasa tertohok ketika membaca satu pesan dari Ikha, partnerku di Anjungan. “Barangkali ketika roda da’wah terus berputar dan meninggalkan orang-orang yang kepayahan, bersyukurlah karena kita masih dipertemukan di jalan ini untuk merubah masa lebih baik, saudaraku…”
Terpukul dan terasa muak. Aku hanya bisa menangis. Semua sungguh egois dan tak mengerti.

Aku menonton slide itu. Tak percaya. Darimana seseorang bisa merekam apa yang terjadi padaku? Siapa yang berani melakukan itu?mataku beralih pada cermin yang lain. Hmm ada sebuah peristiwa, orang-orang memakai jas almamater, kebanyakan adalah anak-anak muda. Ah ya …. Mahasiswa. Suasana begitu semarak. Mereka mengacung-acungkan poster-poster.Ternyata demo. Dan diantara lautan manusia itu ada sosok yang kukenal. Itu aku. Apa yang kulakukan disana? begitu girang, berlari-lari mengikuti barisan, berteriak dan membagi kertas-kertas kecil tanda kepedulian.
“tit……tit……tit…..tit…………”masih terdengar timer bom waktu itu. Aku terhuyung. Kemanakah suara merdu yang kudengar tadi. Bertahan untuk mengitari cermin-cermin itu dan pada satu slide
“Plakkkkk……….” Sebuah tamparan mendarat di wajahku. Terkejut luar biasa.
“BOLEH TIDAK AKU SEKALI LAGI MENAMPARMU? Haahh… BOLEH TIDAK????" Aku dan Sukma sahabatku tergugu
“ A…ada apa Mba?”
Belum lagi mendapat jawaban kami berdua diseret keluar rumah oleh ibu Mba Nuri kakak kelasku.
“Sudah nak…. Kalian pulang saja. Nuri tak bisa diajak bicara. Tolong dimaafkan.”
Sebulan setelah itu baru kutau kakak kelasku itu ‘sakit’. Aku dan Sukma shock mendengar itu. Orang yang dulu kami banggakan, seorang aktivis kampus, teladan terbaik ternyata harus terhempas dari idealism hanya karena perkara bernama cinta. Ha..haa…ha….Cinta. diam-diam aku membenci kata itu.

to be continued

MILESTONE (Part 2)

1 komentar: