12 Juni 2012

Pesta Kawinan Katro'


pesta

Apa yang terpikir jika saya menyebut  ‘pesta kawinan?’ Secara jamak pasti kita terbayang pengantin yang serasi, makanan-makanan mewah, dekorasi yang cantik dan kebahagian di pelupuk mata dua keluarga. Setidaknya kita sepakat dengan hal-hal diatas. Begitupula ketika kemarin saya
menemani ayah  menghadiri pesta pernikahan  anak teman pensiunan kantornya. Seperti biasanya pikiran udik saya yang gampang terpikat dan kagum dengan hal-hal ‘diluar biasanya’, maka pertanyaan pertama saya adalah, dapat orang AU kali ya?-demi melihat tempat resepsi graha dewanto yang tersohor milik TNI-AU di maospati magetan- ehh ternyata bukan mengingat undangan sengaja saya bawa demi menjaga hal-hal yang tidak diinginkan misalnya harus nunjukin undangan dulu gitu ketika masuk hehe—
Belum sempet masuk ke hall  resepsi, saya grogi-makluuum udah lama ga datang kondangan sodara--apalagi ketika melihat ‘betapa wahnya’ resepsi  ini, yaa mirip-mirip pesta kawinan Anang-Ashanti kemarin laah. Suasana temaram syahdu  menghambur ketika masuk ke hall. Seperti sudah dibayangkan sebelumnya, dekorasinya cantik luar biasa, memadukan gaya minimalis  sekaligus mewah.
Patung-patung es, bunga-bunga asli, wangi, lampu dekoratif yang indah, kursi-kursi dihias cantik dengan pita dan bunga, padu padannya begitu menyenangkan dilihat. Ayah sumringah bertemu teman-temannya. Saya hanya mengekor dibelakangnya sambil celingak-celinguk—selameeet, ada kursinya---batin saya. Setelah bersalaman sana-sini dengan penerima tamu, keluarga, ayah ibu dan pengantinnya di podium sejenak saya bimbang. Di sebelah sini kursinya sedikit dibanding dengan disana tadi. Tapi kami enjoy, ahhh pasti ntar kebagian kursilaah… maka dengan semangat kami menyendok hidangan lux khas pesta kawinan gedongan.
Disinilah awal permasalahannya. Ketika hendak  menuju kursi, kami heran, lhooo, kok ditutup, terhalang dua container tempat piring. ga bisa lewat sini, coba kesana, lhoo, ada palangnya. Saya celingak celinguk, baru sadar 100 % semua tamu ini BERDIRI---dan MAKAN SAMBIL BERDIRI. Astagfirullahhal adziiiim, duh GustiALLOH, paringono sabaaaaaaarrrrrr. Lhaa, terus kursi-kursi yang sengaja diblok di sudut pintu itu untuk siapa????? Ternyata-eh ternyata, itu kursi khusus untuk keluarga, SO WHAT GITULOOH. Maka, yang tadinya kami berselera makan, tiba-tiba saja rasa itu menguap entah kemana.  Dengan hati sedikit kesal, akhirnya kami makan sambil berdiri.
Dalam hati saya sempat merutuk, apa susahnya sih, nyediain kursi untuk tamu? Masa menyantap hidanganpun harus berdiri? Kelihatannya aja mewah, bergaya ala barat yang modern, tapi tidak BERBUDAYA sama sekali. Konsep standing party ala barat ini benar-benar katrok. Dan kelihatannya bangsa Indonesia ini telah latah mengejawantahkan sisi modern itu serampangan dalam resepsi. Dan sama sekali tak ada nuansa ketimuran. Ayah sempat kecewa dan menyatakan ketidaksukaannya dengan konsep resepsi model barat begitu. Padahal secara kasat mata si Bapak X ini bertitel haji, tapi kok ya ga ngerti agama bahwa sebagai seorang muslim, acara makan itu punya adab mulia yaitu DUDUK. Mau-maunya kalah dengan WOnya, tak punya prinsip. iTu title haji mau dipertanggungjawabkan macam gimana—rutuk ayah--Saya  mengangguk sepakat.  Secara tak sadar, latah budaya membuat kita menjadi gamang dan kehilangan identitas. Tak ada prinsip atau idealism yang bisa kita perjuangkan. Secara etika ajalah, kita ini bertamu di rumah orang, disuguhi makan, tapi masa makannya disuruh sambil berdiri?? Opo yo pantess.. Kok ya tidak ada adab sama sekali. Sama aja tuan rumah itu tidak menghormati tamu. Penilaian saya benar-benar berubah 100%.  Kita sudah sangat sangat permisif dengan budaya luar sampai kehilangan idealism dalam berbudaya. Mungkin kecil, hanya pesta pernikahan, tapi fatal apalagi bagi masyarakat yang ngakunya masyarakat muslim terbesar di dunia. Tak ada bekas, tak bersisa. Ngenes, basa jawane. Modern,??mungkin,  tapi lebih katrok, karena  ga punya adab, lebih ndeso daripada acara kawinan nang nDeso. Jadi, masih lebih manusiawi acara kawinan di desa daripada acara kawinan di kota. secara, beberapa kali saya datang ke pesta kawinan tetangga masih lebih beradab walau konsepnya diadaptasi dari standing party. Dan, maka berbahagialah anda ketika bisa menjamu tamu anda dalam acara pernikahan dengan layak. Ini bentuk penghormatan bersahaja, sebersahaja ketika anda datang memenuhi undangan. Dan semoga pesta-pesta pernikahan anda kelak juga lebih bersahaja, memuliakan tamu dengan cara yang baik, tidak melulu karena gengsi atau ‘wah’. Sediakan tempat duduk yang layak. Itu lebih baik dan mulia.


Mo Ngado Apa Ya?


1 komentar: