22 Juni 2013

Mo Ngado Apa Ya?


                                                                          kado

Pusing dengan undangan pernikahan itu sudah hal biasa. Apalagi jika menyangkut dengan berapa angpao yang nanti dimasukkan ke kotak sumbangan ketika resepsi. Lebih lagi jika undangan datang di waktu yang bersamaan atau yaah minimal seminggu sekali. Tak tau pasti kapan suatu perhelatan pernikahan dimulai dari mencantumkan gambar kendi di undangan. Seakan sudah menjadi jamak bahwa
ada suatu ‘kewajiban’ datang ke undangan pernikahan itu harus menyiapkan amplop. Semakin tebal semakin baik. Ada rasa canggung jika tidak memberi amplop lebih berarti karena hubungan baik pertemanan atau kerabat.  Masa Cuma ngamplop segitu?

Tapi syukur, masih ada beberapa orang yang sedikit ‘kolot’, menghargai undangan pernikahan tidak dengan amplop tapi dengan kado. Jika zaman nenek dan bapak saya, kado itu punya ikatan batin antara pemberi dan penerima, lebih lagi jika kado itu fungsional  dan bermanfaat. Kita tak pernah tau jika kita benar-benar butuh bukan? Karena itu saya sangat terkesima ketika menemukan sebuah jam dinding  dengan sebuah kartu nama dibaliknya, umurnya lebih tua dibandingkan umur saya yang hingga saat ini terpajang di dinding rumah. Jam dinding itu kado seorang teman ayah di pernikahannya.
Bayangkan saja, jam dinding ini setia menemani  sepanjang usia hidup kami dirumah ini, ikut berpindah dari satu pulau ke pulau yang lain ketika ayah masih bekerja nomaden. Ia menjadi saksi kami melewati hari demi hari. Kalo ditengok dengan  logika agama, berapa banyak pahala sudah yang ia kumpulkan dengan kadonya demi mengingatkan kami akan waktu? Yang pasti tak mampu dihitung dengan  logika matematika.
Maka sejak itu saya belajar untuk sedikit ‘kolot’ jika tidak benar-benar terburu-buru, dengan senang hati saya akan berburu kado untuk hadiah pernikahan. Ternyata kegiatan itu cukup excited. Kado favorit saya untuk pernikahan tak jauh-jauh dari  lingerie (hihi)-itupun membeli  dengan menahan rasa malu—ahh biar aja—semoga aja kadonya bisa membahagiakan para pengantin baru (haha). Pernah juga ngado rantang yang saya bungkus dengan sangat artistik dan penuh cinta untuk kakak kelas saya—mungkin  batin-batin si kakak, ni anak kurang kerjaan—ahh yang penting saya hepi. 
Selain meninggalkan kesan tak biasa, kado kata ayah saya semacam jadi filosofi  ekonomi: minimalisasi anggaran dan maksimalisasi hasil. Bahasa saya sih: HEMAT. Artinya begini, jika  ngado anak pejabat  mungkin tak perlu menghabiskan angpau satu juta karena sungkan dengan jabatan sang pejabat. kado aja tuh kompor gas yang harganya ga sampai setengah juta. Udah mantap, gede lagi kalo dibungkus hehehe .Nah jika anda tak segan menghadiahkan kado, mungkin beberapa barang ini bisa jadi pilihan:
  1. Jam dinding atau jam meja (awetnya bertahun-tahun)
  2. Album foto atau pigura (dijamin awet)
  3. Sprei ( kado favorit  umum menurut survey saya)
  4. Buku (kado favorit kedua yang umum menurut survey saya)
  5. Lingerie (kado favorit saya)
  6. Selimut (trust me its important)
  7. Handuk  (apalagi yang ini)
  8. Setrika (ini juga penting)
  9. Make up set (peralatannya lho bukan make up nya)
  10. Gelas pasangan atau glass set (lumayan untuk menjamu tamu)
  11. Kitchen set ex: piring atau panci (kalo ingin sedikit repot)
  12. Dispencer (trust me its usefull)
  13. Kipas angin (apalagi kalo rumahnya kecil dan ga punya AC)
  14. Magic com (its really usefull)
  15. Kompor gas (lebih baik patungan)
  16. Kulkas (yang ini sih kalo niat banget dan punya anggaran lebih hehehe)
  17. ….. (ide yang lain?)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar