masjid nabawi |
Sejak kementrian agama
membuka peluang antri ibadah haji, beramai-ramai orang
berbondong-bondong mendaftarkan untuk haji sampai rela antri bertahun-tahun
untuk bisa masuk kuota per tahun yang
dijatah pemerintah kita. Dana talangan
haji dimana-mana membuka peluang
orang-orang kecil
bergaji minim-pun bisa mencicil sampai tenggat waktu berangkat haji yang dijadwalkan.
bergaji minim-pun bisa mencicil sampai tenggat waktu berangkat haji yang dijadwalkan.
Diantara jeda pro dan kontra tentang boleh
tidaknya pengadaan dana talangan haji
serta kajian fiqih tentang anjuran berangkat haji bagi ‘Yang Mampu”, ada sebuah
logika sederhana, dengan masa
antrian yang cukup panjang itu sebenarnya mampu untuk ‘memampukan’ yang ‘belum
mampu’. Bahasa sederhananya adalah,
dalam kurun waktu sekian dalam kuota haji, orang-orang yang telah berniat pergi
haji lebih bersemangat lagi untuk
menggenapi kewajiban mereka
melunasi dana haji. Dan sesudahnya mereka dianggap sebagai ‘Yang Mampu’. Namun tampaknya
kementrian agama cukup kewalahan dengan sistem antrian tersebut Dan sedihnya, awal tahun 2013 lalu
kementrian agama berencana
menghapus dana talangan haji, yang sama
artinya menghapus mimpi-mimpi seorang muslim bertandang menemui Tuhannya.
Karena dibatasi oleh pemerintah itulah maka masyarakat Indonesia itu
kemudian beralih menyesaki biro-biro travel untuk umroh/ haji kecil. Selain
faktor biaya yang lebih murah, waktu yang singkat dan prosedur yang tidak
bertele-tele dan yang paling penting, tak perlu nunggu bertahun-tahun maka membludaklah
peminat umroh. Aku jadi mikir mungkin
gara-gara para artis yang hobi umroh inilah maka orang beramai-ramai daftar
umroh. Secara tidak langsung mereka punya kontribusi untuk mempromosikan ibadah
tanah suci. Yahh.. demi melihat scene narsis mereka yang sedang banjir
air mata di depan ka’bah, yang sedang
‘berjuang’ mencium hajar aswat, yang sedang wawancara di dalam bus wisata
sambil bergaya seolah tour guide,
yang sedang foto narsis pake kain ihram, yang sedang take gambar masjid
nabawi, yang sedang mencicipi kebab, yang sedang makan di hotel, yang sedang
belanja, yang berderai-derai , bersemangat menceritakan kesan-kesan baik
pengalamannya sepanjang umroh,
de-el-el-de-el-el,-- dan baik budinya
teknologi yang mampu men-setting moment perjalanan itu sebagai sesuatu
tampilan visual beradab dan tanpa malu akan larangan ghibah, rangkuman perjalanan suci tadi tersaji
dalam cerita gossip bertajuk
‘infotainment’. Pelajaran berharganya,
tayangan haji melalui infotainment ternyata lebih ‘ngena-menelusup diruang hati
terdalam’ dibandingkan ceramah-ceramah yang didongengkan para ustad
tentang ‘pergi haji’.
Bagi sebagian orang, pengalaman plus
visualiasiasi yang dibumbui oleh sedikit dramatisasi ‘riya’ hakikatnya lebih
tertangkap dialam bawah sadar dibandingkan koar-koar diksi naïf
serupa imajinasi yang hanya
fiktif mampir di kepala dan telinga jamaah.
Ga usah jauh-jauh, demi melihat kenarsisan si artis A untuk kedua kalinya pergi umroh beberapa waktu lalu
rasanya gemes, iri berlipat-lipat dengan harapan sungguh-sungguh bahwa aku INGIN KESANA (lagi), bertolak belakang ketika mendengar
penceramah, “ ibu-ibu, bapak-bapak,
sholat di masjid nabawi itu lebih
utama 1000 kali lipat. Sholat di masjdil
haram itu rasanya luar biasa. Maka semoga bapak-bapak –ibu-ibu dimudahkan
semua naik haji, naik umroh… aminnnnn…” dan selepas itu energi
ceramah itu menguap entah kemana.
Road to Madinah (Part 1)Road to Madinah (Part 3)
Road to Madinah (Part 1)Road to Madinah (Part 3)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar