16 Juli 2013

Road to Madinah (part 3)


Nabawi dalam Cahaya


Membayangkannya saja malu. Seberapa cintanyakah kau pada Nabi SAW? Nabi akhir zaman, yang namanya diserukan terpuji, Muhammad  SAW?Sampai merasakan rindu dan ingin bertemu? Bahkan meminta syafaat beliau? Sampai jam 2 pagi waktu Madinah  dan melihat pucuk-pucuk menara terindah dari bis wisata kami itu itu hatiku sama sekali belum tergetar. Hanya
sejumput perasaan haru dan lega. Padahal  Kang Dungdung, mutawwif  dari negeri antah-berantah Cijulang itu sejak  awal di bus antusias menyemangati jamaah yang terlelap dengan tausiyah tentang “adab  menjadi tamu ”.
Men, kita ini tamu, tamunya Nabi SAW, --resapkan dalam hati kawan, TAMUNYA NABI SAW—  terhormat banget –kami  datang atas undangan Nabi SAW. maka berperilakulah kita yang ahsan, yang baik sebagai tamu, di rumah rasul, di kota rasul. Madinah al munawaroh.
masjid nabawi

Pukul 4 pagi, kang dugdung mutawwif kami dari negeri antah berantah cijulang mengkoordinir sebagian kami mengunjungi untuk pertama kali rumah Nabi SAW yang sekarang dinamakan masjid nabawi-masjid  kedua yang utama setelah masjidil haram. Dan pertama kalinyalah aku terpekur takjub, memandang bangunan sakral yang diberkahi itu, dari ujung keujung, bangunannya  arsitektural, sangat mediteran dengan dominasi warna-warna tanah, putih, coklat, keabuan dan gading dengan minaret-minaret  putih cemerlang, dan tiang-tiang bermaujud payung raksasa berlampu terang yang memendarkan warna putih terbias hijau yang cantik dari kaca-kacanya. Ini masjid paling indah seluruh dunia, jejak rumah Nabi SAW yang cantik dan paling megah.

Tak pernah dibayangkan bahwa nabawi dahulu hanya  masjid  sederhana , dindingnya dari bata yang diperkuat lumpur, tiangnya dari batang pohon, lantai yang terhampar berasal dari pasir dan kerikil serta beratap daun kurma. Panjang dan lebar bangunannya kurang lebih seratus hasta.  Ditempat  dimana unta nabi  berhenti dan menderum ketika sampai  pertama kali di madinah itulah beliau membangun masjid yang  tanahnya dibeli dari  dua anak yatim bani An-Najar.

Sejak dibangun di tahun  pertama hijriyah, masjid nabawi telah mendapat tempat tersendiri dalam hati umat islam karena merupakan representasi dari keagungan dan kemuliaan Nabi SAW.  Terlepas  dari anggapan bahwa perbaikan dan renovasi dari zaman khalifah Umar bin khatab hingga  King Abdul Aziz yang berlangsung secara besar-besaran itu tak sesuai dengan semangat kesederhanaan yang diajarkan Nabi SAW, namun, kepentingan umat yang melingkupinya lebih utama. Bagaimana tidak, kuantitas umat islam yang berhaji maupun berziarah dari tahun ke tahun semakin meningkat, tak ayal, khadimatul umat era ini, King Fadh  dari arab Saudi  meluaskan kapasitas masjid nabawi agar dapat menampung para jamaah. 

Masjid nabawi  yang kita lihat hingga saat ini, dulunya hanya rumah kecil tempat tinggal  dan meninggalnya Nabi SAW.  Kerumitan arsitektur modernlah yang membentuk wajahnya menjadi  sebuah mahakarya cemerlang.  Di tahap renovasinya di zaman raja Fadh, kompleks masjid ini menjadi bertambah luas lebih dari 100 ribu meter pesegi dengan rincian luas lantai dasarnya 98 ribu meterpersegi yang dapat menampung hingga  167 ribu jamaah,  lantai atasnya  seluas 67 ribu meter persegi mampu menampung  sekitar 90ribu jamaah serta   Luas halaman masjid sendiri sebagai area shalat 206ribu meter persegi dan dapat menampung sekitar 400ribu jamaah.   di bulan ramadhan atau musim haji bahkan bisa menampung lebih dari satu juta jamaah. 

Road to Madinah (Part 2)
Road to Madinah (Part 1)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar