Nabawi dalam Cahaya
Membayangkannya saja malu. Seberapa cintanyakah kau pada Nabi SAW? Nabi akhir zaman, yang namanya diserukan terpuji, Muhammad SAW?Sampai merasakan rindu dan ingin bertemu? Bahkan meminta syafaat beliau? Sampai jam 2 pagi waktu Madinah dan melihat pucuk-pucuk menara terindah dari bis wisata kami itu itu hatiku sama sekali belum tergetar. Hanya
sejumput perasaan haru dan lega. Padahal Kang Dungdung, mutawwif dari negeri antah-berantah Cijulang itu sejak awal di bus antusias menyemangati jamaah yang terlelap dengan tausiyah tentang “adab menjadi tamu ”.
Men, kita ini tamu, tamunya Nabi SAW, --resapkan dalam hati kawan, TAMUNYA NABI SAW— terhormat banget –kami datang atas undangan Nabi SAW. maka berperilakulah kita yang ahsan, yang baik sebagai tamu, di rumah rasul, di kota rasul. Madinah al munawaroh.
masjid nabawi |
Pukul 4 pagi, kang dugdung mutawwif kami dari negeri antah
berantah cijulang mengkoordinir sebagian kami mengunjungi untuk pertama kali
rumah Nabi SAW yang sekarang dinamakan masjid nabawi-masjid kedua yang utama setelah masjidil haram. Dan
pertama kalinyalah aku terpekur takjub, memandang bangunan sakral yang
diberkahi itu, dari ujung keujung, bangunannya
arsitektural, sangat mediteran dengan dominasi warna-warna tanah, putih,
coklat, keabuan dan gading dengan minaret-minaret putih cemerlang, dan tiang-tiang bermaujud
payung raksasa berlampu terang yang memendarkan warna putih terbias hijau yang
cantik dari kaca-kacanya. Ini masjid paling indah seluruh dunia, jejak rumah Nabi
SAW yang cantik dan paling megah.
Tak pernah dibayangkan bahwa nabawi dahulu hanya masjid
sederhana , dindingnya dari bata yang diperkuat lumpur, tiangnya dari
batang pohon, lantai yang terhampar berasal dari pasir dan kerikil serta
beratap daun kurma. Panjang dan lebar bangunannya kurang lebih seratus
hasta. Ditempat dimana unta nabi berhenti dan menderum ketika sampai pertama kali di madinah itulah beliau membangun
masjid yang tanahnya dibeli dari dua anak yatim bani An-Najar.
Sejak
dibangun di tahun pertama hijriyah,
masjid nabawi telah mendapat tempat tersendiri dalam hati umat islam karena
merupakan representasi dari keagungan dan kemuliaan Nabi SAW. Terlepas
dari anggapan bahwa perbaikan dan renovasi dari zaman khalifah Umar bin
khatab hingga King Abdul Aziz yang
berlangsung secara besar-besaran itu tak sesuai dengan semangat kesederhanaan
yang diajarkan Nabi SAW, namun, kepentingan umat yang melingkupinya lebih
utama. Bagaimana tidak, kuantitas umat islam yang berhaji maupun berziarah dari
tahun ke tahun semakin meningkat, tak ayal, khadimatul umat era ini, King
Fadh dari arab Saudi meluaskan kapasitas masjid nabawi agar dapat
menampung para jamaah.
Masjid
nabawi yang kita lihat hingga saat ini,
dulunya hanya rumah kecil tempat tinggal
dan meninggalnya Nabi SAW.
Kerumitan arsitektur modernlah yang membentuk wajahnya menjadi sebuah mahakarya cemerlang. Di tahap renovasinya di zaman raja Fadh,
kompleks masjid ini menjadi bertambah luas lebih dari 100 ribu meter pesegi
dengan rincian luas lantai dasarnya 98 ribu meterpersegi yang dapat menampung
hingga 167 ribu jamaah, lantai atasnya seluas 67 ribu meter persegi mampu
menampung sekitar 90ribu jamaah
serta Luas halaman masjid sendiri
sebagai area shalat 206ribu meter persegi dan dapat menampung sekitar 400ribu
jamaah. di bulan ramadhan atau musim
haji bahkan bisa menampung lebih dari satu juta jamaah.
Road to Madinah (Part 2)
Road to Madinah (Part 1)
Road to Madinah (Part 2)
Road to Madinah (Part 1)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar