21 September 2013

Road To Madinah (Part 5)

 
masjid Nabawi

 ilahi anta maqsudi
Malam, sebelum berangkat itu ayah mengumpulkan kami, anak-anaknya dan memberi tausiyah kecil tentang makna ibadah  yang singkat ini. Betapa ibadah yang nantinya akan kami jalani ini niat utamanya bukan untuk yang lain tetapi hanya lillahi ta’ala, terlepas dari semua permintaan yang mungkin akan kami minta di Madinah atau Mekkah nantinya.  Ada lima perkara ibadah yang kita tuntut.
Satu,  ilahi anta maqsudi wa ridhoka mathlubi,  bahwa segala muara ibadah yang kita lakukan itu murni hanya untuk Allah SWT, hanya karena Allah SWT  dan hanya mengharapkan ridho Allah SWT.
Bukan untuk gaya-gayaan, kesombongan atau  sekedar ikut orang-orang berharta lebih  atau tren-tren artis sekarang yang galau dan bermasalah dikit langsung berangkat umroh. Minta petunjuk begitu-katanya. Yang jelas, ketika ingat petuah ayah  nomor satu itu, kami langsung ingat pada yuni shara hehe—astagfirullah!
Yang kedua adalah magfiroh, yaitu semua ibadah yang kita lakukan itu semata-mata juga dalam rangka meminta ampunan atas bergunung dosa yang kita lakukan. Orang jawa mengistilahkan ‘pecicilan’ itu kalo selalu menuntut hak dan melupakan kewajiban. Seperti halnya  ibadah yang hanya semata-mata ingin agar doa kita yang lebih banyak bersifat duniawi itu minta dikabulkan sedangkan kita sendiri  lupa berapa dosa yang sudah banyak kita perbuat.   
Yang ketiga  adalah rahmat. Bagaimanapun, semua amalan dan ibadah yang kita lakukan belum tentu layak untuk menjamin kita masuk surga. Karena hanya dengan rahmat Allah SWT saja , manusia bisa memasuki surganya Allah SWT.  Dan demi  itulah kita kesana, mengharap rahmat dan kasih sayang Allah SWT. Yang keempat adalah  karunia. Ini bisa diartikan sebagai harapan kita di depan allah SWT yang lebih bersifat duniawi. Minta kehidupan baik, kelapangan rizki dan sebagainya. Kenapa harus menempatkan mengharap karunia itu justru paling belakang? Tak bisakah didepan, lebih dulu dari ngarepin ridho, maghfirah atau rahmat begitu?  Sebenarnya boleh saja, tapi emang seberapa penting mengharap karunia dibandingkan  mengharap maghfirohnya yang lebih utama? Tidak setiap hal yang bersifat duniawi itu akan selamanya menjadi milik kita. Allah SWT sudah mengukur kecukupan apapun untuk kita, kita boleh mempertegasnya  dalam doa, tapi tidakkah kita menjadi hamba yang paling beruntung jika mendapatkan ridhoNYA diatas dunia dan segala isinya? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar