25 Desember 2013

Road To Madinah (Part 6)

Masjid Nabawi

ilahi anta maqsudi (2)
Maka, sejenak mulai mengukur diri, meluruskan niat (lupakan sejenak beli jam tangan, atau kaos kaki). Pantaskah dengan segala yang kita punya, boleh sedikit berbangga hati menjadi tamu Allah SWT? Tausiyah Aa  ketika manasik sedikit membredel hati bahwa kita bukan siapa-siapa, yang bisa jadi belum pantas mendapat undangan mengunjungi baitullah, masih ada orang-orang yang sholih diluar sana, sholatnya khusyuk, amalannya lebih banyak, lebiih taqarub ilallah yang lebih layak kesana, maka jangan sombong…jangan sombong atas sedikit kelebihan yang kita miliki. Bahkan banyak orang-orang yang beribadah umroh berkali-kali tidak makbul, tidak mabrur, karena setelah dari sanapun akhlaqnya tidak berubah, pengetahuannya tidak lebih baik, perspektif dan cinta kepada islam tidak bertambah,  cinta kepada rasulnya tidak bertambah, taqarub ilallahnya tidak meningkat. Bagaimana Allah ridho dengan ibadah kita?
Kelakar yang paling lucu tapi menohok  dari Aa, “yang paling menyakitkan adalah orang yang sombong bisa pergi umroh tapi bukan pake duit sendiri, tapi dibayari sama atasannya, sama bosnya,
sama orangtuanya, sama tetangganya, sama mertuanya, nah loh… makanya jangan sombong… jangan sombong…..”.
 tawa jamaah manasik itu riuh rendah. Kami berdehem dan saling pandang. Ternyata sindiran itu bukan tanpa alasan. Ceritanya begini, peserta umroh kami yang hanya 46 orang ternyata dari berbagai latar belakang, ada yang bertampang udik seperti kami, ada yang  pengusaha kawakan,kaum eksekutif, pekerja, karyawan, para jomblo, anak kuliahan, ibu rumah tangga, pensiunan. Nah hampir sepertiganya adalah para karyawan suatu perusahaan transportasi yang punya kisah  sangat unik. bermula dari seorang pengusaha transportasi laut yang mengeluhkan omzet perusahaannya tahun tahun terakhir turun dan terus merugi karena permintaan pasar sepi. Dari cerita kawan pekerja kami  itu, dalam situasi yang serba tak menentu, sang pengusaha  itu akhirnya memilih menumpahkan keluh kesahnya di depan Ka’bah sembari mengharap pertolongan Allah dan bernadzar jika perusahaannya bisa melewati masa krisis dan akhirnya bangkit kembali, ia akan mengumrohkan semua karyawannya. Dan 2-3 tahun setelahnya, janji itu terbukti, perusahaannya bangkit dan nadzar sang pengusaha ditunaikan. Ia mengumrohkan semua karyawannya yang dibagi menjadi beberapa gelombang  umroh. Akhirnya disinilah kami  bertemu mereka, sebagian dari kawan rombongan kami. Subhanallah….

Maka demi menjaga perasaan,  aku tidak mengabarkan kepada siapapun kecuali empat orang teman terdekat, satu bolo plek-yang sambutannya sangat luar biasa ceriwisnya dan nitip doa khusus jundi kecilnya yang akan lahir, satu teman  di jogja dan dua adik angkatku sekalian doa-doa mereka. Yang lain, hanya Allah saja yang maha tahu.  Bersyukur juga, karena ga merasa terbebani untuk bawain oleh-oleh hehehe… yang penting doanya saja. insyaAllah makbul amiiiiin.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar