Masjid Nabawi |
ilahi anta maqsudi (2)
Maka, sejenak mulai mengukur
diri, meluruskan niat (lupakan sejenak beli jam tangan, atau kaos kaki).
Pantaskah dengan segala yang kita punya, boleh sedikit berbangga hati menjadi
tamu Allah SWT? Tausiyah Aa ketika manasik
sedikit membredel hati bahwa kita bukan siapa-siapa, yang bisa jadi belum
pantas mendapat undangan mengunjungi baitullah, masih ada orang-orang yang
sholih diluar sana, sholatnya khusyuk, amalannya lebih banyak, lebiih taqarub
ilallah yang lebih layak kesana, maka jangan sombong…jangan sombong atas
sedikit kelebihan yang kita miliki. Bahkan banyak orang-orang yang beribadah
umroh berkali-kali tidak makbul, tidak mabrur, karena setelah dari sanapun
akhlaqnya tidak berubah, pengetahuannya tidak lebih baik, perspektif dan cinta
kepada islam tidak bertambah, cinta
kepada rasulnya tidak bertambah, taqarub ilallahnya tidak meningkat. Bagaimana
Allah ridho dengan ibadah kita?
Kelakar yang paling lucu tapi menohok dari Aa, “yang paling menyakitkan adalah orang
yang sombong bisa pergi umroh tapi bukan pake duit sendiri, tapi dibayari sama
atasannya, sama bosnya,
sama orangtuanya, sama tetangganya, sama mertuanya, nah loh… makanya jangan sombong… jangan sombong…..”.
sama orangtuanya, sama tetangganya, sama mertuanya, nah loh… makanya jangan sombong… jangan sombong…..”.
tawa jamaah manasik itu
riuh rendah. Kami berdehem dan saling pandang. Ternyata sindiran itu bukan
tanpa alasan. Ceritanya begini, peserta umroh kami yang hanya 46 orang ternyata
dari berbagai latar belakang, ada yang bertampang udik seperti kami, ada yang pengusaha kawakan,kaum eksekutif, pekerja,
karyawan, para jomblo, anak kuliahan, ibu rumah tangga, pensiunan. Nah hampir
sepertiganya adalah para karyawan suatu perusahaan transportasi yang punya
kisah sangat unik. bermula dari seorang
pengusaha transportasi laut yang mengeluhkan omzet perusahaannya tahun tahun
terakhir turun dan terus merugi karena permintaan pasar sepi. Dari cerita kawan
pekerja kami itu, dalam situasi yang
serba tak menentu, sang pengusaha itu
akhirnya memilih menumpahkan keluh kesahnya di depan Ka’bah sembari mengharap
pertolongan Allah dan bernadzar jika perusahaannya bisa melewati masa krisis
dan akhirnya bangkit kembali, ia akan mengumrohkan semua karyawannya. Dan 2-3
tahun setelahnya, janji itu terbukti, perusahaannya bangkit dan nadzar sang
pengusaha ditunaikan. Ia mengumrohkan semua karyawannya yang dibagi menjadi
beberapa gelombang umroh. Akhirnya
disinilah kami bertemu mereka, sebagian
dari kawan rombongan kami. Subhanallah….
Maka demi menjaga perasaan, aku tidak mengabarkan kepada siapapun kecuali
empat orang teman terdekat, satu bolo plek-yang sambutannya sangat luar
biasa ceriwisnya dan nitip doa khusus jundi kecilnya yang akan lahir, satu
teman di jogja dan dua adik angkatku
sekalian doa-doa mereka. Yang lain, hanya Allah saja yang maha tahu. Bersyukur juga, karena ga merasa terbebani
untuk bawain oleh-oleh hehehe… yang penting doanya saja. insyaAllah makbul
amiiiiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar